Glad To Meet You, Let's Keep The Relationship - Senang Berkenalan Dengan Anda, Mari Jaga Silaturahim

Rabu, 01 Januari 2014

Potret Pahlawanku # Book1 - Sang Perantau

Bismillahiirrahmaanirrohiim
Cicit Harahap, Fathan Al Maliki Harahap

Alhamdulillah, segala puja dan puji untuk Allah dan sholawat serta salam untuk Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Sebelum  saya menuliskan ini, Hamba bersimpuh memohon kepada-MU Yaa Allah. Semoga Allah Robbul Izzati menerima semua amal kebaikannya, memaafkan segala kesalahannya, melapangkan kuburnya dan menjadikannya Taman Surga hingga akherat kelak, mengumpulkannya bersama kami dibawah panji Rasulullah Muhammad SAW di Padang Mahsyar nanti serta memudahkannya untuk memasuki Syurga-MU dari semua Pintu Perkenankanlah semua ini untuk Ayahanda tercinta Yaa Allah,,,Amiin YRA.

Hari itu Rabu, tanggal 15 Maret 1950 di Desa Tandihat, PadangSidimpuan Provinsi Sumatera Utara.
Terdengar suara tangis bayi laki-laki membelah keheningan. Diiringi dzikir dan do'a dari lelaki baya memohon keselamatan kepada Allah untuk Istri dan Anak yang dinanti. Ya, mereka adalah Kakek dan nenek yang sedang menanti kelahiran ayahanda.

Kakek bernama H. Sutan Martua Raja Harahap bin Karim, seorang tetua Adat dan Raja dikampungnya. Sedangkan Nenek bernama Hj. Siti Rafah Dalimunte binti Dalimunte. Dihari ini mereka sangat berbahagia, betapa tidak? Anak yang sangat mereka nantikan akhirnya lahir dengan selamat. Dan yang paling membahagiakan bagi seorang berdarah Batak adalah apabila mendapatkan anak berjenis kelamin Laki-laki. Karena dalam adat istiadat Batak, hanya Anak laki-laki yang dapat meneruskan nama/marga. Karena semuanya itu jugalah maka anak yang lahir tersebut diberi nama "SALAMAT HARAHAP".

Salamat Harahap (selanjutnya saya menuliskannya dengan Ayahanda demi menghormati beliau), sebenarnya ayahanda bukanlah anak pertama dari silsilah keluarga besar kami. Berdasarkan urut, ayahanda adalah anak ke- 8 (delapan). Semua ke-7 kakaknya meninggal. Ada yang karena keguguran, saat melahirkan dan setelah lahir hitungan tahun belia.

Kampung halaman ayahanda berada diatas pegunungan. Lingkungannya masih hutan tanaman karet, kopi dan salak. Kotanya pun dikenal sebagai kota salak. Belakang rumah kakek langsung terhubung dengan hutan. hutan disana masih banyak yang belum terjamah tangan manusia. kebanyakan hutan dihuni oleh binatang. Yang sering terlihat dan terdengar adalah Si Amang.

Masyarakat disana beragama Islam. Bahkan ajarannya sangat kuat melekat, ibadahnya sangat kuat. Berbeda dengan Image di sini yang menyatakan kalo Batak itu adalah KRISTEN, bahkan banyak yang salah paham menyatakan BATAK adalah agama.

Karena kampungnya berada di pegunungan, maka Air adalah barang yang sangat langka. Bahkan untuk menempuh mata air kita harus berjalan meuruni bukit yang terjal dan licin. Uniknya, Mata air disana airnya sangat jernih dan bisa digunakan langsung untuk minum. Mata air ditadah menggunakan bambu besar. Disudut atas berdiri sebuah Musholla untuk tempat ibadah. Namun untuk ke mata air ada waktunya, tidak bisa sembarang waktu. Ini dikarenakan kabut yang menyelimuti daerah tersebut.

Dihutan, banyak sekali mahluk astral yang menampakkan diri. Orang-orang menyebuatnya "ORANG BUNIAN". Di pulau Sumbawa juga memiliki kesamaan, hanya saja disana sebutannya berbeda. Mereka sama seperti manusia, memiliki struktur kemasyarakatan.

Beralih ke cerita ayahanda.

Setelah 15 tahun berlalu, setelah lulus dari bangku sekolah SMP. Ayahanda bersama kawan-kawan sepermainannya (yang saya kenal namanya UDA KAYO) bermain voli, berencana merantau keluar desa. Bahkan lebih kuatnya nuansa merantau sampai-sampai ingin keluar dari Pulau Sumatera. Ayahanda saat itu ingin ke Jogja dengan alasan melanjutkan pendidikan. Tentulah kakek dan nenek sangat tidak setuju dengan niat ayahanda.

Dengan modal nekat, tanpa membawa apapun ayahanda memberanikan diri merantau. Saat hendak minta izin dan pamit, bukanlah senyum yang didapat. Kakek dan nenek melepasnya dengan amarah dengan harapan ayahanda membatalkan niatnya. Namun karena niat dan keputusan sudah bulat, Kaki ayahanda pun berangsut meninggalkan rumah dan meninggalkan desa. Ayahanda sangat yakin kalau kakek dan nenek pasti mendo'akannya selamat.

Saya sedikt lupa kisah perjalanan ayahanda saat berlayar. Waktu itu perjalanan merantau ditempuh dengan berlayar. Ayahanda hanya bermodal semangat. Dan seperti layaknya orang Sumatera, apabila bepergian jarang sekali menggunakan Sandal atau sepatu. mereka lebih senang bertelanjang kaki (Nyeker - Red).Ayahanda juga memiliki nyali yang besar dan illmu beladiri yang lumayan berkat warisan kakek.

Singkat cerita, selama perantauan di Jogja semua beban hidup ayahanda tanggung sendiri. Bahkan bisa dibilang selama di Jogja ayahanda menjadi sangat terkenal karena jago berkelahi. Ayahanada sangat lihai bergulat, mungkin karena mempraktekkan ilmunya di SMOA (Sekolah Menengah Olahraga Atas - setingkat SMA/SMK). Namun biasanya bukanlah ayahanda yang memulai sebuah perkelahian.

Pernah suatu waktu ayahanda membela kawannya yang sedang dikompas (di Palak - dimintai uang dengan paksa) di alun-alun kota. Melihat kawannya dalam kesusahan, timbullah niatan untuk membantu. Akhirnya timbullah perkelahian hebat diantara mereka. Tak dinanya, ternyata lawan kali ini sangat berat. Kali ini lawannya adalah seorang Preman Asal SOLO. Untuk pertarungan kali ini, ayahanda kembali menang. Sang preman yang tidak puas mengancam ayahanda. Dengan ksatria, ayahanda menerima tantangan sang Preman yang menunggunya di alun-alun untuk berkelahi kembali.

Setelah seminggu berlalu, rupanya sang preman tidak main-main dengan ancamannya. Terlihat di Alun-alun sudah menunggu sang preman dengan kawan-kawannya yang bergerombol. Akhirnya banyak yang tahu kalau hari itu akan ada pertarungan orang rantau dengan orang Solo. Justru sebaliknya, ayahanda tidak mendengar berita apapun, dia sangat santai sekali menanggapi tantangan sang preman mungkin karena sudah punya bekal kemenangan kemarin.

Berangkat dari rumah menuju lokasi, ayahanda masih terlihat santai. Seperti biasa jika ingin berkelahi ayahanda pasti berjalan tanpa alas kaki. Tapi dia melihat ada pemandangan aneh saat mendekati alun-alun. Ayahanda sangat heran, dia melihat kenapa banyak sekali anak muda yang bertelanjang kaki hari ini. Tapi keanehan itu tersirat dalam pikirannya hanya sesaat. Ayahanda mulai fokus pada pertarungan.

"Akhirnya dateng juga kau BATAK!!" teriak sang preman.
"Ya, inilah aku. Sudah siapkah kau??" Tukas Ayahanda.
"Kepung,,,,ayo kepung!!!" Teriak sang preman dengan sangat keras. Hal ini membuat ayahanda kaget dan bingung dengan situasi ini.
"Hahahahahah,,,,jangan berlagak kau orang batak di negeri orang" sang preman tertawa senang karena gerombolannya telah mengepung ayahanda.
"Aku pantang menyerah, Ayoo,maju kalau berani" sambut ayahanda dengan gaya bertarung orang sumatera.

Dan,,,
Bak seperti orang yang dikomando, anak-anak muda yang bertelanjang kaki yang dilihat di sepanjang jalan dan di alun-alun bergerak mengelilingi mereka.

Melihat ada keanehan, sang preman dan gerombolannya berubah mimik. mereka saling bertanya siapa anak-anak muda yang bertelanjang kaki yang mengelilingi mereka. Akhirnya satu-persatu merekapun melarikan diri meninggalkan alun-alun.

"Horas Bah!!! teriak salah satu dari anak-anak muda yang bertelanjang kaki.
"Ternyata benar berita itu, kalau hari ini ada pertarungan antara Halak Medan dengan Preman dari Solo" tambahnya lagi.
"Makanya banyak dari kami anak rantau yang ingin melihat sendiri, dan pastinya kami akan membantu" Pemuda tadi mendekati diri sambil memeluk ayahanda.
"Kau lihat mereka yang tanpa alas kaki, mereka rantau semua. ada yang dari medan, minang, bengkulu dan aceh" Kata pemuda itu sambil memperlihatkan keadaan sekelilimg.
"Oh,,,iya. Aku sendiri sampai lupa bang dengan kebiasaan kalau kita hendak berkelahi" Jawab ayahanda dengan sumringah karena tanpa disadari ayahanda telah mendapatkan bantuan yang tak pernah dimintanya.
"Hebat sekali persaudaraan tanah Rantau ini" pikir ayahanda dalam hati.

Mulai saat itu bertambah kepercayaan ayahanda tentang keselamatan jiwanya selama menuntut ilmu dikota Jogja. Namun bukan kekuasaan yang ayahanda kejar ari awal tapi pendidkan yang ingin dicapai dan menggapai cita-cita menjadi atlet Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yang baik tidak mengandung unsur CYBERCRIME dan SARA